Menghidupi Agama tanpa Makna

  • Post category:Renungan
  • Post published:February 8, 2023
You are currently viewing Menghidupi Agama tanpa Makna

PA Matius 12:1-8

Agama merupakan sistem yang mengatur kepercayaan kepada Tuhan. dalam bahasa Indonesia kata agama sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “cara hidup”. Agama juga berkaitan dengan hukum yang berlaku tidak hanya mengatur kehidupan secara individu melainkan juga mengatur kehidupan komunitas yang meyakini dan memeluk agama tersebut oleh sebab itu agama menjadi bagian yang penting dalam kehidupan manusia tidak terkecuali bagi orang Yahudi dengan keyakinan Yudaismenya. Kepercayaan kepada Allah yang esa pencipta langit dan bumi yang telah memilih Abraham, Isak dan Yakub leluhur bangsa Israel yang telah memberikan hukum-hukumNya kepada Musa adalah satu dasar kepercayaan yang kokoh dan mengakar dalam kehidupan umat Israel. Hal tersebut berlangsung sepanjang sejarah umat Israel dalam Alkitab dari perjanjian lama hingga perjanjian baru.

Berkaitan dengan hal di atas maka bagi umat Israel ketaatan terhadap hukum taurat adalah hal yang mutlak dan tidak dapat ditarik ulur. Demikian pun yang terjadi pada zaman Tuhan Yesus. Para rabi Yahudi mengatur sedemikian rupa peraturan-peraturan dalam kehidupan umat Israel. Sebenarnya tidak ada masalah dengan aturan-aturan dalam hukum Taurat, yang seringkali menjadi persoalan adalah bagaimana penerapan hukum tersebut yang seringkali disalah artikan oleh para guru-guru Yahudi. Hal ini membuat guru-guru Yahudi sering berkonfrontasi dengan Tuhan Yesus. Salah satu kisah yang Alkitab yang menggambarkan kondisi ini adalah dalam Matius 12:1-8. Titik pangkal dari persoalan ini adalah para murid yang memetik gandum pada hari sabat.

Dalam tradisi dan hukum Yahudi, orang pengelana atau musafir diperbolehkan untuk memetik gandum dalam rangka mengisi perut yang kelaparan. Namun rupanya situasi tersebut hanya berlaku diluar hari sabat. Oleh sebab itu manakala para murid yang sedang kelaparan memetik gandum untuk dimakan, para Farisi langsung berkata pada Tuhan Yesus “Lihatlah murid-muridMu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat” (ay.2). menjawab pertanyaan yang menyudutkan ini Tuhan Yesus menggunakan kisah dan isi Alkitab yang sudah barang tentu para ahli taurat atau orang-orang fasiri itu pun mengetahuinya. Selanjutnya Tuhan Yesus memberikan penekanan pada ayat 7 dan 8 mengenai belaskasihan adalah hal yang utama dalam kehidupan beragama. Orang-orang farisi mengetahui dan sudah tentu hafal dengan semua peraturan-peraturan keagamaan, namun mereka lupa satu hal bahwa Kasih adalah yang utama. Oleh sebab itu Tuhan Yesus mengajarkan bahwa hukum kasih adalah yang utama (Mat. 22:37-40). Orang-orang farisi lupa bahwa mereka sering juga melanggar perintah-perintah agama mereka, mereka terlihat baik dalam mempertahankan adat istiadat mereka namun hal itu adalah untuk menutupi kebusukan mereka. Kehidupan kita orang Kristen pun terkadang tidak luput dari cara hidup seperti orang-orang Farisi yang beragama tapi melupakan esensi penting dari agama tersebut. Kita tahu apa yang dituliskan dalam Alkitab namun juga dengan sengaja kita mengabaikannya. Kekristenan bukan hanya sekadar agama atau salah satu agama yang diakui oleh Negara, namun kekristenan berbicara tentang warna hidup atau jalan hidup dari setiap penganutnya. Jalan hidup yang menunjukkan keserupaan dengan Tuhan Yesus, suatu warna hidup yang dipenuhi oleh kasih. Dan oleh karenanya orang Kristen seharusnya memahami bahwa saat mana dia menjadi Kristen disana ada tanggungjawab bukan hanya menjalankan perintah agama melainkan menghidupi kekristenan dengan makna yang sesungguhnya yakni hidup seperti Yesus yang penuh belas kasihan. Amin

Leave a Reply