Kasih Yang Menembus Batas

  • Post category:Renungan
  • Post published:July 17, 2020
You are currently viewing Kasih Yang Menembus Batas
Bacaan Alkitab: Matius 8 Ayat 1-4.

Tidaklah mudah menjalani kehidupan sebagai seorang yang disingkirkan dan harus menerima penolakan karena keberadaan diri yang tidak sesuai dengan keadaan seharusnya. Hal ini barangkali yang dirasakan oleh semua penderita kusta di masa lampau.

Masa sekarang ini adalah masa dimana penyakit kusta mungkin bukanlah sesuatu yang menakutkan meskipun tetap dianggap berbahaya karena sifat penyakit ini sendiri apabila tidak tertangani akan merenggut nyawa penderitanya secara berlahan-lahan. Berbeda dengan penyakit kusta pada zaman dahulu penyakit kusta merupakan penyakit yang sangat mengerikan, bahkan sejarawan yang bernama Yosefus menuturkan bahwa penderita kusta pada zaman kuno sering dianggap sebagai orang yang telah mati meskipun dia masih hidup; sebuah stigma yang tentu memukul perasaan dan batin penderita kusta pada masa itu.

Dalam catatan Alkitab Perjanjian Lama penyakit ini adalah penyakit yang membuat seseorang dinajiskan, oleh karenanya ia harus diasingkan atau juga harus tinggal di luar perkemahan (Im. 13:46). Pada zaman itu seorang penderita kusta harus mengenakan pakaian khusus dan juga harus berpenampilan kusut serta harus selalu mengatakan “najis, najis” apabila bertemu dengan orang lain (Im. 13:45).

Dalam perjalanan sejarah gereja pun pernah terjadi hal demikian; pada abad pertengahan perlakuan sebagaimana dalam kitab Imamat pun berlaku atas mereka yang terkena penyakit kusta, yakni apabila seseorang terkena penyakit kusta maka ia akan dibawa ke dalam Gereja dan kepadanya diberikan upacara penguburan seakan-akan dia sudah mati.

Pada zaman Tuhan Yesus orang atau penderita kusta tidak boleh datang ke Yerusalem, mereka semua dilarang masuk kota Yerusalem atau kota-kota lain yang bertembok keliling hal ini bertujuan agar mereka tidak membawa kenajisan mereka ke dalam kota-kota tersebut sebab dalam hukum agama Yahudi, ada  61 macam sentuhan yang dapat menajiskan seseorang. Dua diantaranya adalah: menyentuh mayat dan menyentuh orang kusta.

Dari hal ini dapat dipastikan bahwa seorang penderita kusta dianggap orang yang telah mati. Apabila terjadi; dimana seorang kusta menyentuh satu bangunan rumah maka rumah itu dan seisinya pun menjadi najis, demikian juga menyapa dan menegur orang kusta dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, bahkan bila angin bertiup kearah orang kusta maka semua orang harus menyingkir paling tidak 50 meter jauhnya. Orang Yahudi khususnya para rabi tidak akan membeli makanan apapun yang dijual namun telah dilewati oleh orang kusta, bahkan juga ada sebagian Rabi Yahudi yang dengan bangga mengusir penderita kusta dengan melemparinya dengan batu namun sebagian Rabi Yahudi memilih untuk bersembunyi atau menghindar apabila bertemu dengan orang kusta.

Pada masa itu seorang penderita kusta adalah orang yang terpisah dari sesamanya manusia, mereka dikucilkan dan dihindari. Namun yang menarik dalam kisah yang ditulis oleh Matius dalam pasal 8:1-4 adalah Tuhan Yesus yang tidak menghindar ataupun mengusir orang penderita kusta melainkan mau mengulurkan tangan dan menjamah orang berpenyakit kusta. Hal ini menunjukkan sikap Tuhan Yesus terhadap mereka yang diabaikan, disingkirkan dan diasingkan yakni sikap yang menerima dan peduli.

Hukum Yahudi mengatakan orang Kusta harus diasingkan dan mereka tidak boleh ditemui, mereka harus dihindari, ini merupakan batasan yang mengikat seseorang untuk tidak menunjukkan sikap peduli terhadap mereka yang menderita. Hal ini tidak berlaku bagi Tuhan Yesus, sebab bagi Tuhan Yesus hanya, ada satu kewajiban dalam kehidupan ini yang harus memperoleh tempat utama, yakni menolong sesama dengan berlandas pada kasih. Bagi Tuhan Yesus Hukum Kasih adalah yang utama, hukum kasih mendorong Tuhan Yesus mengambil resiko untuk menyentuh orang yang menderita kusta meskipun ada kemungkinan ia dapat tertular penyakit tersebut.

Kasih Tuhan Yesus adalah kasih yang menembus batas-batas yang mengikat dimasa itu, Tuhan Yesus tidak peduli dengan aturan-aturan yang dibuat untuk membatasi rasa kemanusiaan itu hadir, tidak ada yang lebih utama dari mengasihi sesama dalam kehidupan ini. Yang juga dituntut dari kehidupan kita sebagai orang Kristen, kasih orang kristen harus menembus batas-batas suku, ras, golongan dan keyakinan. Bagi kita menunjukkan kasih kepada sesama harus menjadi sebuah sikap yang terus menerus terlihat, bukan hanya kepada mereka yang serumah, sesuku, sedarah namun harus lebih jauh dari itu, bahkan kepada mereka yang membenci kita sekalipun.

Kasih bukan hanya kata-kata indah pemanis dalam gereja yang sering dikhotbahkan, kasih harus benar-benar menjadi tindakan nyata dalam hidup yang dianugerahkan. Kristus Allah telah mengasihi kita, Ia menunjukkan kasihNya kepada kita bukan karena kita pantas untuk mendapatkan kasihNya melainkan kareka kita tak layak dihadapan Tuhan sebab dosa-dosa kita, namun Ia dengan penuh kasih menerima kita, membuka tangannya dan memeluk kita dengan kasihNya. Seperti ia menerima orang yang menderita kusta demikian juga Ia menerima kita orang-orang berdosa, ia tidak menghindar, Ia tidak juga menjauh sebaliknya Ia menjamah kita dan menyembuhkan kita (1 Pet. 2:24), oleh karena kita telah menerima kasihNya maka marilah kita tetap saling mengasihi.

Leave a Reply