Merespon Panggilan Allah

  • Post category:Renungan
  • Post published:January 14, 2021
You are currently viewing Merespon Panggilan Allah
Pembacaan Alkitab Keluaran 3:10-12

Dalam kasih-Nya, Allah menginginkan setiap orang memperoleh keselamatan. Allah memberikan keselamatan kepada setiap orang yang percaya, bahkan dalam Firman-Nya, Yesus Kristus sebelum naik ke Sorga berkata kepada murid-murid-Nya untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Artinya bahwa Allah menginginkan semua orang berada di tempat yang sama dengan-Nya. Tetapi yang menjadi persoalannya adalah banyak orang yang tidak menyadari akan panggilan terhadap dirinya sendiri.

            Semua orang memiliki panggilan dan tugas dari Allah. Ada pekerjaan besar yang diberikan kepada setiap orang ketika diciptakan. Panggilan itu bersifat unik dan spesifik bagi setiap orang, tetapi karena keberdosaan mengakibatkan kita tidak sempurna bahkan mengalami kerusakan dalam menjalankan tugas tersebut. Alkitab berisi tokoh-tokoh yang menerima panggilan dan tugas dari Allah, dengan cara, metode, dan waktu yang berbeda-beda. Mulai dari Adam sampai Yesus, kedua belas murid dan Paulus, semuanya memiliki panggilan yang unik sesuai dengan konteksnya masing-masing.

            Ada beberapa sikap yang akan kita temui ketika seseorang merespon panggilan Allah. Tetapi, saat ini kita akan membahas sikap seseorang yang bergumul ketika  menerima panggilan Allah. Mereka mungkin merasa Allah telah menyatakan kehendak-Nya secara khusus bagi mereka, namun mempertimbangkannya atau ingin menguji kehendak Allah tersebut. Penggalan cerita hidup Musa akan menjadi bahan refleksi kita bersama bagaimana Musa memberi tanggapan ketika Allah memberi tugas dan panggilan yang spesifik baginya.

            Persitiwa kelahiran Musa sampai kepada ia diambil oleh Puteri Firaun telah diatur oleh Allah untuk menjalankan misi Allah melalui Musa bagi Israel. Rasa pedulinya terhadap orang Israel seharusnya membuat ia  menerima panggilan Allah. Musa tidak memahami dengan benar bagaimana Allah memelihara hidupnya dan apa yang menjadi rencana Allah atas hidupnya. Ketika Allah memanggilnya untuk melakukan pekerjaan yang mulia itu, Musa merespon panggilan itu dengan berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” (ayat 11). Ini adalah jawaban orang yang berpusat pada diri sendiri. Ketika ada panggilan, atau mungkin masalah, maka yang pertama muncul dalam pikiran adalah siapakah dirinya. Tentu lewat perspektif manusia. Kita bisa memaklumi mengapa Musa menjawab seperti itu. Empat puluh tahun yang lalu, ketika Musa masih muda dan masih menjadi seorang pangeran di Mesir, ia sudah mengetahui atau merasakan bahwa panggilannya adalah membebaskan bangsa Israel dari kungkungan Mesir. Dan ia mencoba menerapkan visi tersebut dengan cara membunuh orang Mesir yang melakukan kekerasan, dan mendamaikan dua orang Israel yang sedang berkelahi. Namun karena Musa melakukannya dengan cara dan dalam waktunya sendiri, yang ia dapat hanyalah kegagalan.

            Musa pergi meninggalkan Mesir, dan menjadi seorang gembala domba, saat Tuhan merasa sudah saatnya Musa berkarya sebagai utusan-Nya membebaskan orang Israel. Persis seperti visi Musa. Namun Musa yang saat ini adalah seseorang yang sudah kalah, dan bertanya “Siapakah aku ini…” Musa menyadari bahwa ia tidak akan menang melawan Firaun dengan keadaannya yang bukan lagi seorang pangeran. Ia akan kalah, bahkan ketika ia masih menjadi seorang pangeran ia telah kalah apalagi dengan status seorang gembala domba.

            Musa berpusat pada dirinya sendiri. Ia melihat semua hal dalam dirinya sehingga hal ini membuat ia seakan-akan menolak panggilan Allah. Ia sadar betul akan siapa dirinya tetapi ia melupakan siapa Pribadi yang telah memanggilnya. Ketika seseorang berpusat pada diri sendiri, yang akan ia lakukan adalah bersifat minder ketika melihat apa yang tidak ia miliki. Atau ia juga akan menjadi sombong dan menepuk dada untuk hal-hal yang ia miliki. Ia akan berkata “Lihatlah aku ini…” dengan nada yang congkak karena merasa benar dan memiliki sesuatu untuk ditunjukkan. Namun jawaban Tuhan untuk Musa “Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini.”  (ayat 12). Allah justru mengatakan jangan pandang dirimu, tetapi pandanglah Aku. Musa akan kalah ketika ia melawan Firaun dengan status seorang gembala, tetapi ia akan menang dengan status  hamba Allah.

            Menerima panggilan Allah memang terkadang membuat kita minder dengan segala keterbatasan dan status kita. Kita akan merasa tidak layak ketika melihat sekeliling kita dengan semua yang dimilikinya. Tetapi Allah berkata bukan hanya untuk Musa tetapi juga untuk kita sekalian “Pandanglah Aku”, Allah yang akan menyertai kita dan memberikan tanda-tandanya.

Merespon panggilan Allah dengan berpusat bukan pada diri sendiri melainkan kepada Allah.

Leave a Reply