Tanggung Jawab Orang Percaya

  • Post category:Renungan
  • Post published:January 19, 2021
You are currently viewing Tanggung Jawab Orang Percaya
Pembacaan Alkitab Pengkhotbah 4:17-5:6

Kejadian ini diceritakan terjadi pada tahun 1920 di Amerika Serikat. Saat itu seorang anak berusia sembilan tahunan bermain bola di komplek rumahnya. Entah mengapa ia menendang bola terlalu keras dan mengenai kaca jendela sebuah rumah di komplek tersebut. Tak ayal kaca jendela itu pecah berkeping, sementara sang pemilik rumah marah besar.

          Pemilik rumah minta ganti rugi untuk kaca yang sudah dipecahkan sebesar 12,5 dollar tak peduli siapapun pelakunya, seorang anak kecil sekalipun. Pada saat itu uang sebesar 12,5 dollar nilainya sangat besar, setara dengan 125 ekor ayam betina. Anak itu merassa takut sekaligus bingung karena tak punya uang.

          Dengan wajah murung ia pulang meminta bantuan uang kepada ayahnya. “Kamu harus bertanggung jawab atas kesalahanmu jangan meminta orang lain untuk menanggung kesalahanmu,” kata ayahnya.

Tapi, saya tidak punya ia,” jawabnya melas.

“Saya akan meminjam uang untuk kamu. Tetapi kamu harus mengembalikannya dalam satu tahun,” kata si ayah mengajukan syarat.

“Baiklah!” jawab anak itu senang.

          Setelah itu si anak bekerja sampingan untuk mendapatkan uang. Dalam waktu enam bulan ia berhasil mengumpulkan uang sebesar 12,5 dolar dan melunasi hutang kepada ayahnya. Si ayah sangat senang menerima uang dari anaknya. “Kamu memang seorang kesatria sejati!” puji ayahnya sambil tersenyum.

          Pada masa selanjutnya tersiar kabar bahwa anak itu berhasil menjadi presiden Amerika ke-40. ia memerintah Amerika sejak tahun 1981 hingga 1989. kisah tersebut adalah salah satu kejadian yang pernah dialami oleh Ronald Wilson Reagan.

          Orang yang mengaku percaya kepada Allah adalah orang bukan hanya hidup sebagai orang percaya, tetapi ia memiliki tanggung jawab dihadapan Allah. Orang percaya bukan hanya hidup untuk percaya tetapi juga melakukan apa yang telah menjadi tanggung jawabnya ketika ia percaya kepada Allah. Alkitab menjelaskan bahwa orang yang percaya kepada Allah memiliki tanggung jawab. Apa saja yang menjadi tanggung jawab orang yg percaya kepada Allah ?

I. Menjaga hubungannya dengan Allah

          Dalam kehidupan sosial, memiliki hubungan dengan  lingkungan sekitar merupakan hal yang penting sebagai makhluk sosial. Aristoteles mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial, karena manusia dapat saling berkomunikasi, berinteraksi, dan bekerja sama antara satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan tertentu. Sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia tidak dapat hidup sendiri. Itulah sebabnya mengapa menjalin hubungan dengan sesama merupakan hal yang penting.

          Melalui hubungan yang dijalin maka kita akan dapat mengenal dengan baik orang-orang yang ada disekitar kita. Kitapun sebagai orang percaya, kita dituntut untuk menjalin hubungan bukan hanya dengan sesama ciptaan tetapi juga dengan Allah yang adalah pencipta. Mengapa harus membangun hubungan dengan Allah? karena secara literal hubungan berarti ikatan. Menjaga ikatan sehingga kita semakin lekat dengan Allah.

          Menjaga hubungan dengan Allah merupakan tanggung jawab yang harus kita lakukan untuk hidup sebagai orang percaya. Menjaga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti memelihara atau merawat. Memelihara hubungan dengan Allah sehingga hubungan itu akan tetap terjalin dengan erat. Dalam bahasa asli, kata menjaga merupakan kalimat imperatif atau kalimat perintah yang mengharuskan orang percaya harus melakukan, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, orang percaya harus menjaga dengan baik.

          Menjaga hubungan dengan Allah ialah melalui persekutuan yang lebih intim dengan Allah. Mengapa? Karena rupa-rupanya ada begitu banyak orang hanya sebagai rutinitas ketika mengikuti persekutuan sehingga dapat dinilai oleh orang lain. Sehingga pada ayat ini Pengkhotbah menegaskan bahwa menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik daripada mempersembahkan korban. Yang mau dilihat oleh Allah bukanlah pemberian korban atau persembahan yang kita bawa tetapi bagaimana kita memberikan diri kita untuk membangun hubungan dengan Allah.

          Menghampiri untuk mendengar berarti datang dengan keingintahuan, ingin mengerti dan memahami serta Mengenal Allah. Bukan hanya terpusat pada korban persembahan yang sudah menjadi rutinitas sebab hal demikian dipandang jahat oleh Allah.

Hal ini sering terjadi dalam kehidupan orang percaya, dimana ada orang-orang yang terlalu terpusat pada gaya, penampilan, kolekte bahkan cara penyembahan tanpa kerinduan untuk mengerti dan memahami firman Allah dengan benar.

          Menjaga, memelihara hubungan dengan Allah adalah tanggung jawab utama kehidupan orang percaya. Sebab jika kita mengaku percaya maka kita akan punya kerinduan yang dalam untuk punya hubungan yang intim dengan Allah.

II. Menjaga perilaku hidup di hadapan Allah

          Tanggung jawab orang percaya bukan hanya menjaga hubungan dengan Allah tetapi juga menjaga perilakunya dihadapan Tuhan. Orang percaya harus menjaga perilakunya dihadapan Tuhan sehingga ia menjadi pribadi yang dapat menjadi berkat bagi sekitarnya. Tentu saja menjaga perilaku adalah satu hal yang sulit, karena orang percaya harus menjadi pribadi yang berbeda dengan dunia. Tidak mudah untuk dapat menjaga perilaku yang benar dihadapan Tuhan ditengah dunia yang semakin fana ini. Tetapi hal ini merupakan tanggung jawab kita sebagai orang yang percaya dihadapan Tuhan.

          Kita menjaga perilaku kita lewat menjaga perkataan kita. Dalam 5:1, melalui ayat ini, Pengkhotbah kembali memperingatkan setiap orang percaya kepada Allah senantiasa memperhatikan perkataannya. Perkataan yang dimaksud di sini bukan hanya perkataan mulut saja melainkan perkataan dalam hati juga. Hal ini dikarenakan Allah Maha Kuasa sanggup mengetahui apa yang kita katakan sekalipun dalam hati. Hal ini pula yang di katakan Yesus dalam Matius 12:36-37, orang yang percaya kepada Allah akan mampu mengontrol ucapannya, tidak akan mengucapkan perkataan yang sia-sia.

          Pada ayat 5:5-6, ini menggambarkan tentang bagaimana orang Israel datang beribadah di bait suci dan bernazar di hadapan imam dan saat dia kembali ternyata dia belum melakukan nazarnya tesebut kemudian berkata kepada imam bahwa dia khilaf. Pengkhotbah mengatakan bahwa Allah tegas dalam hal ini. Makanya sejak awal telah diingatkan untuk berhati-hati dengan perkataan. Lebih baik tidak bernazar daripada bernazar tapi tidak menepati. Menepati perkataan juga disebut integritas. Setiap orang percaya dituntut memiliki integritas – kesatuan antara perkataan dan tindakan. Ayat ini merupakan penegasan inti dari kehidupan orang yang benar yaitu harus disertai dengan takut akan Allah. Takut akan Allah bukan berarti bersembunyi dan takut bertemu dengan Tuhan seperti yang dilakukan Adam dan Hawa ketika berdosa. Takut akan Allah berarti menghormati dan taat pada-Nya, dan ini merupakan bagian dari kasih kita pada Allah.

          Dalam 5:3-4, Pengkhotbah mengingatkan bahwa Allah tidak senang kepada pembohong. Jika kita telah bernazar, maka haruslah segera melakukana nazarnya tersebut. Banyak orang percaya saat ini yang terjebak dalam nazar yang tidak dipikirkan sebelumnya. Nazar atau janji kepada Tuhan bukan hanya ketika kita berdoa melainkan dalam setiap perkataan liturgikal kita termasuk nyayian. Banyak lagu-lagu yang mengandung nazar maupun pernyataan yang sebenarnya belum bisa dan bahkan tidak bisa kita lakukan namun dengan gampangnya kita mengucapkannya. Jika kita mengaku percaya kepada Allah, maka tanggung jawab yang perlu kita lakukan adalah menjaga perilaku hidup kita dihadapan Allah melalui perkataan dan tindakan hidup yg benar.

           Allah mau setiap orang percaya kepada-Nya menjalankan tanggungjawabnya, menjaga hubungannya dengan Allah dan perilaku hidupnya dihadapan Allah. jika kita dengan setia melaksanakan tanggung jawab kita maka sukacita akan menjadi milik bagian kita.

Leave a Reply